Kalau menyebut nama "Nicky Astria", semua orang pasti tahu. dia adalah diva rocker yang mempunyai ciri khas, tak bisa tertandingi oleh siapapun. Suaranya bisa mencapai nada-nada tinggi, semua lagunya hit, albumnya sudah banyak. Saya akan menuliskan sedikit biografi Teh Nicky Astria, idola saya dari zaman saya SMP. Alhamdulillah, Teh Nicky Astria ini kakak kelas saya dulu waktu di SMP Negeri 13 Bandung. Tapi jarak angkatannya sangat jauh sama teh Nicky. Dia lulusan tahun 1982. Sedangkan saya lulusan tahun 1991.
Perjalanan Nicky Astria
Nicky Astria yang bernama asli Nicky Nastiti Karya Dewi, mojang Bandung kelahiran 18 Oktober 1967. Teh Nicky Astria sudah menjadi ibu dari dua anak perempuan,
yaitu Zana Zhobita Arethusa atau Obiet (12) dan Hana Amedia atau Oniel
(7). Sebagai
satu-satunya anak perempuan (keempat dari lima bersaudara) dari pasangan
Tatang Kosasih Wirahadimana dan Andrina Heryati, sejak kecil Nicky
memang sangat manja dan diistimewakan oleh ayahnya. Dia tidak pernah
dimarahi, apalagi dipukul. Meski berbuat kesalahan inii tidak pernah disalahkan. Setiap kali
berantem dengan kakak maupun adiknya, Nicky tetap saja dibenarkan dan
dibela oleh ayahnya, yang berprofesi sebagai guru sekaligus salah
seorang perintis berdirinya SMP Negeri XI Bandung. “Kalau Daddy pulang
dan melihat mata saya sembap, maka orang seisi rumah, baik Mama, adik,
maupun kakak-kakak, pasti akan langsung dimarahi,” kenang Nicky.
Dicky Nugraha Karya Budi, kakak sulung Nicky, bisa memaklumi
perlakuan itu. “Karena Nicky satu-satunya anak perempuan, dia agak
diistimewakan oleh Papa dibanding yang lain. Sikap Papa seperti itu
tidak membuat anak-anaknya yang lain menjadi iri, karena Papa juga
sangat memanjakan kami semua. Hingga saat ini hubungan kami sesama
saudara memang sangat dekat,” tutur Dicky. Nicky mengakui, ia memang
lebih dekat dengan ayahnya ketimbang dengan ibunya. Bercerita tentang
sang ayah, banyak kenangan manis yang tidak bakal terlupakan olehnya.
Setiap hari ayahnya selalu memeluk dan mengelusnya, disertai
ucapan-ucapan yang lembut. Hampir semua keinginannya selalu dipenuhi.
Kalau pas tidak bisa memenuhi keinginan putrinya, sang ayah akan merayu
dan membujuknya sedemikian rupa.
Suatu hari, ketika duduk di SMP, Nicky pernah merajuk kepada ayahnya
agar dibelikan sepeda motor bebek. “Dad, sekolahku sekarang kan lumayan
jauh, dan semua temanku juga naik motor. Aku juga dibelikan motor, dong,
Dad…,” rayu Nicky. Seperti biasa, ayahnya memeluk dan mengelus rambut
putrinya. Dengan sikap kebapakan, ayahnya menjawab dengan penuh humor,
“Karena Daddy belum punya uang, bagaimana kalau kita beli bebeknya dulu,
dan sepeda motornya belakangan?” Alhasil, Nicky malah tertawa
terbahak-bahak dan melupakan permintaannya. Dalam kesempatan lain,
ayahnya mengajak Nicky berhumor di meja makan. Saat itu ibu Nicky tengah
meneruskan kuliah di akademi seni tari, sehingga terkadang tidak sempat
memasak. Padahal, sang ayah tidak mau makan, kalau bukan masakan
istrinya. Suatu hari di meja makan hanya tersedia nasi dan sayur angin
lompong (sayur pelepah pohon lumbu yang diberi santan).Menyadari
putrinya tidak berselera melihat lauk itu, sang ayah lantas mengajak
putrinya berkhayal. “Sekarang ini Daddy sedang membayangkan jadi tukang
becak yang sudah dua hari tidak makan nasi. Nah, coba kamu bayangkan,
dalam kondisi capek dan perut sangat lapar, sayur ini terasa seperti
daging ayam kampung. Hmmm… nikmatnya!“ Bagaikan tersihir, Nicky yang
semula ogah-ogahan, akhirnya malah ikut lahap menyantap makan siangnya.
Nicky kecil juga sangat tomboy. Ia lebih suka bermain dengan teman
laki-laki. Jenis-jenis permainan yang ia sukai juga sangat laki-laki,
misalnya main layang-layang, kelereng, petak umpet, bahkan sepak bola.
Tahun 1972, Tatang Kosasih diangkat menjadi Kepala Sekolah Indonesia di
Kedutaan Besar Indonesia di Malaysia. Nicky yang saat itu baru berusia
lima tahun, bersama ibu dan keempat saudaranya (Dicky, Yacky Prayadna
Karya Bakti, Bucky Wibawa Karya Guna, dan Sacky Santosa Karya Satya),
ikut menetap di negeri jiran itu. Dari segi usia, belum saatnya ia masuk
SD, tapi karena di Sekolah Indonesia tidak ada taman kanak-kanak, dan
karena dianggap sudah mampu, ia pun dibolehkan masuk SD. Dan, sejak
pindah ke Malaysia itu pula, Nicky mengubah panggilannya kepada ayahnya.
Dari Papa menjadi Daddy, meniru teman-temannya di sekolah dan di tempat
main.
Pindah ke Malaysia, pada awalnya Nicky agak kesulitan berkomuni-kasi
dengan teman-temannya yang menggunakan bahasa Indone-sia. Pasalnya,
selama di Bandung
“Benar, angkanya genap. Tapi, nama angkanya berapa?” tanya gurunya lagi.
“Ya, genep!”
“Betul, hasilnya genap, tapi berapa?”
Karena jengkel dicecar terus-menerus, Nicky pun lari keluar kelas
sambil menangis. Ia langsung menuju ke ruang kerja ayahnya. “Dad, tiga
ditambah tiga sama dengan genep, ‘kan?”
“Genep itu bahasa Sunda. Bahasa Indonesia-nya enam, Neng,” jawab sang ayah, sembari mengusap air mata putrinya.
Nicky mengakui, semasa kecil ia memang sangat cengeng,
sedikit-sedikit menangis. “Kalau menangis lama dan kalau marah suka
berteriak-teriak keras sekali,” kenang Dicky. “Karena cengeng itulah, ia
sering digoda oleh kakak-kakaknya. Karena matanya sipit, ia suka
diledek seperti orang Cina. Karena itu, kami lantas memanggilnya Ona,
singkatan dari ‘orang Cina’.”
Meski demikian, ia disayang banyak guru. Salah satunya adalah guru
keseniannya, Suhaimi Nasution. Selain senang melihat sikap pede Nicky,
Suhaimi merasakan adanya talenta seni suara pada muridnya yang satu ini.
Itu sebabnya, beberapa bulan menjelang acara HUT Kemerdekaan RI tahun
1975, Suhaimi menghadap ayah Nicky, meminta izin untuk mengikutkan Nicky
dalam tim paduan suara.
“Memangnya anak saya bisa nyanyi? Di rumah, dia itu cengeng sekali,
kerjaannya nangis melulu,” kata ayah Nicky, yang malah terheran-heran.
“Betul, Pak. Putri Bapak suaranya bagus.”
Sejak itu, Nicky bersama teman-temannya dilatih menyanyi oleh
Suhaimi. Selain itu, di rumah ia terus berlatih sendiri. Saat acara
tujuh belasan itu digelar di Gedung Kedutaan RI di Kuala Lumpur, Nicky
pun naik panggung untuk pertama kalinya. Bocah yang sebelumnya dikenal
sangat manja dan cengeng ini, malam itu mampu membawakan lagu Ibu (biasa
dinyanyikan oleh Rano Karno) dengan bagus sekali. “Ibu saya sampai
menangis. Selama ini Mama tahunya saya cuma anak manja dan cengeng. Mama
tidak mengira bahwa ternyata saya juga bisa menyanyi, di depan para
tamu terhormat pula,” kenang Nicky.
Sejak menyadari putrinya ternyata punya bakat menyanyi, sang ayah
lantas banyak melibatkan putrinya itu dalam berbagai kegiatan. Nicky
juga sering diikutkan dalam kegiatan Kedutaan Indonesia
keluarganya selalu berkomunikasi dalam bahasa Sunda. Karenanya, Nicky
sering kali tertawa sendiri kalau mengingat kembali saat awal-awal ia
bersekolah di Malaysia. Misalnya, saat gurunya bertanya, “Nicky, tiga
tambah tiga sama dengan berapa?”, Nicky pun menjawab lantang, “Genep!”
menyambut perayaan-perayaan hari nasional maupun internasional.
Selanjutnya, Nicky bahkan diminta untuk menyanyi dalam acara anak-anak
di TV Malaysia.
DILARANG JADI PENYANYI
Masa tugas Tatang Kosasih di Malaysia berakhir pada tahun 1975. Setelah
kembali ke Bandung, ia pun kembali bekerja sebagai staf Kanwil Depdiknas
Provinsi Jawa Barat. Nicky melanjutkan sekolahnya di kelas 4 SD Negeri
Halimun. Selain itu, bakat Nicky sebagai penyanyi juga makin menonjol,
lebih-lebih setelah ayahnya membelikan seperangkat alat musik bagi
anak-anaknya. Maklum, Tatang dan Andrina dikenal sebagai seniman Sunda.
Selain menguasai berbagai seni Sunda, Tatang cukup piawai memainkan
gamelan Sunda. Andrina juga dikenal sebagai penari Sunda yang cukup
populer.
Di rumah mereka yang cukup besar di Jalan Palasari, Bandung, dua
perangkat musik memenuhi ruang tamu keluarga. Seperangkat adalah gamelan
Sunda dan seperangkat lain alat musik modern, seperti gitar, organ,
piano, dan drum. Wajar saja kalau keempat saudara Nicky akhirnya mampu
memainkan kedua jenis alat musik itu. ‘Rumah musik’ itu kian hiruk-pikuk
manakala teman-teman ayah Nicky atau teman kakak-kakak Nicky datang.
Akibatnya, rumah ini tidak pernah sepi dan menjadi tempat ‘ngepos’
banyak seniman Bandung. Di antara para musisi yang sering datang ke
rumah itu antara lain, Euis Komariyah, Uum Gumbira, Tati Saleh, Deddy
Dores, dan Denny Sabri, seorang pencari bakat.
Oleh ayahnya, Nicky pun didorong untuk mengikuti berbagai festival
penyanyi pop tingkat kabupaten/kotamadya dan kemudian tingkat provinsi.
Ia juga mengikuti latihan menari tradisional Sunda, dan berhasil
menguasai berbagai jenis tarian. Setiap kali Nicky akan mengikuti
festival menyanyi, ayahnya akan memanggilkan dua guru privat ke rumah,
yaitu Panji Trisna Senjaya dan Sukaeti Hidayat, yang ditugasi melatih
teknik vokal Nicky untuk jenis lagu seriosa dan keroncong. “Saya dulu
sangat malas kalau disuruh les nyanyi,” kenang Nicky. “Setiap kali
mereka datang, saya sembunyi di kamar. Untunglah, keduanya sangat sabar
dan kreatif. Karena hobi saya makan kerupuk dan bakso, maka setiap kali
datang, mereka selalu membawakan saya oleh-oleh bakso dan kerupuk,
ha…ha…ha….”
Kalau lupa atau tidak sempat membelikan makanan kesukaan Nicky itu,
mereka harus siap dengan uang seribuan sebagai iming-iming. “Mau jajan,
nggak?” ujar sang guru, sembari mengacung-acungkan uang itu di depan
Nicky.
“Nicky memang sangat malas kalau disuruh berlatih vokal,” ujar Panji
Trisna. “Karena itu, saya suka marah-marah kalau sedang melatih dia.
Saya bilang, ‘Kamu ini jadi mau ikut festival tidak, sih?’ Tapi, dasar
anak cengeng, kalau dimarahi dia langsung menangis. Anehnya, meski
latihannya malas-malasan, ia selalu meraih juara pertama atau kedua
dalam setiap festival di tingkat kabupaten atau provinsi. Saat itu ia
selalu bersaing ketat dengan Ruth Sahanaya, yang juga orang Bandung,”
lanjutnya.
Ketika masih duduk di SD, Nicky sudah mengikuti Festival Penyanyi Pop
Anak-Anak atau lebih dikenal dengan Bintang Kecil. Di awal SMP (SMP
Negeri 13), ia mengikuti Festival Penyanyi Pop Tingkat Remaja. Tapi,
seperti juga semua saudaranya yang berlatih musik semata-mata untuk
hobi, kepada Nicky ayahnya juga selalu mengingatkan dengan tegas, “Daddy
tidak mau punya anak menjadi penyanyi. Kamu boleh menyanyi, tapi untuk
hobi saja!”
“Meski peralatan musik di rumah lengkap, orang tua kami sama sekali
tidak menginginkan kami menjadi musisi maupun penyanyi,” tutur Dicky.
“Berulang kali mereka mengingatkan, musik hanyalah untuk pergaulan atau
untuk menyalurkan energi, bukan sebagai pekerjaan utama. Sebagai anak,
kami lebih dituntut untuk menyelesaikan pendidikan setinggi mungkin.”
Nicky ingat betul betapa ayahnya sangat khawatir ia bakal jadi
penyanyi. Namun, Nicky sendiri tidak terusik, karena ia sendiri tidak
pernah bercita-cita jadi penyanyi atau jadi orang terkenal. “Meski saat
itu saya menyadari punya talenta menyanyi, tidak pernah terpikir sedikit
pun untuk mengembangkannya secara serius,” ujar Nicky. Ia justru ingin
menjadi dokter atau insinyur. Tapi, setelah lulus SMA (SMA Negeri 7
Bandung) ia justru ingin menjadi penyiar radio agar bisa cepat mendapat
uang dan bisa membantu ibunya.
SETAHUN NUNGGAK SPP
Menurut Dicky, alasan kedua orang tuanya menyiapkan semua peralatan
musik itu di rumah adalah agar anak-anak mereka tidak banyak main keluar
rumah dan kegiatannya bisa dipantau secara langsung. “Jadi, biarpun
teman yang datang sampai puluhan orang, Papa-Mama tidak pernah marah
atau menegur kami. Bahkan, Mama senang menyiapkan makanan dan minuman
untuk teman-teman kami.”
Ternyata, tidak hanya darah seni yang diwariskan kedua orang tuanya
kepada Nicky. Ia juga hobi menjamu dan memberi hadiah bagi orang-orang
terdekatnya. Akibatnya cukup fatal. Suatu hari Tatang dipanggil ke
sekolah Nicky di SMP Negeri 13, Bandung, dan diberi tahu oleh pimpinan
sekolah bahwa selama setahun Nicky tidak pernah membayar uang SPP
(sumbangan pelaksanaan pendidikan). Tentu saja Tatang sangat kaget dan
malu. Pasalnya, setiap bulan ia tak pernah lalai memberi uang SPP kepada
putrinya.
Berbagai kecemasan menyelimuti hati Tatang. Tapi, sesampai di rumah,
semua amarah itu tiba-tiba sirna saat bertemu putri tunggalnya itu.
Dengan lemah lembut ia pun bertanya, “Nicky tidak pernah membayar SPP,
ya?“ Nicky mengangguk dengan penuh ketakutan. Setelah dipancing-pancing,
barulah keluar pengakuannya bahwa uang SPP itu ia gunakan untuk…
mentraktir teman-teman sekolahnya!
Menurut Nicky, yang gemar membaca komik-komik ‘putri raja’, seperti
Cinderella, Putri Salju, atau karya-karya Hans Christian Andersen, uang
itu tidak seluruhnya dipakai untuk mentraktir teman, tapi juga untuk
menyewa dan membelikan buku atau barang-barang lain kesukaan
teman-temannya. “Saya memang suka sok bossy. Bos biasanya kan suka
mentraktir, he…he…he…,” kenangnya, sambil tertawa.
Sebagai remaja, mungkin saat itu ia masih butuh pengakuan. “Tapi,
semua itu saya lakukan bukan karena ingin dipuji atau disanjung,
melainkan karena saya memang suka melakukannya. Kadang-kadang sekadar
ingin menolong teman, atau ingin fun saja. Hampir seperti hobi,”
lanjutnya.
Di saat lain, Tatang juga mendapat laporan bahwa Nicky yang baru
duduk di kelas 2 SMP, sering bolos sekolah gara-gara malas mengerjakan
PR. Meski setiap pagi Nicky mengenakan seragam sekolah, ia tidak pernah
pergi ke sekolah. Ia hanya berjalan beberapa ratus meter dari rumahnya
dan kemudian pulang kembali ke rumah setelah ayahnya sudah pergi ke
kantor dan ibu serta kakak-kakaknya kuliah. Nicky kemudian naik ke
bagian atap rumah agar tidak kelihatan orang lain, dan kalau sudah
kepanasan baru masuk ke balik plafon. Akibatnya, genting rumahnya sering
pecah.
Namun, lama-kelamaan ada juga yang mengetahui kelakuannya, dan
melaporkan kepada ayahnya. Sebenarnya, ayahnya tahu bahwa Nicky sering
bolos sekolah dan ngumpet di plafon rumah. Namun, lagi-lagi Tatang tidak
tega memarahi putri kesayangannya itu. Pada saat makan malam bersama,
Tatang menyindir Nicky dengan berkata pada Dicky, “Sepertinya, di rumah
kita ini kalau siang sering ada maling yang suka naik ke atap. Tuh,
banyak genting yang pecah. Coba besok siang, sekitar pukul 10-11 siang,
kamu lihat ke atas plafon. Siapa tahu kamu bisa menangkap malingnya.”
Nicky hanya terdiam, ketakutan sekaligus malu. Sejak itu Nicky kapok
membolos dan ngumpet di plafon lagi.
Setelah
setahun menjadi penyanyi profesional, meski namanya belum terlalu
ngetop, Nicky lulus SMA. Kakaknya, Dicky, menyuruhnya kuliah.
Sayangnya, ia tak diterima di perguruan tinggi negeri, sehingga Dicky
mendaftarkan adiknya di ABA (Akademi Bahasa Asing) Bandung, jurusan
bahasa Inggris. “Yang paling ngotot agar saya kuliah memang Kang Dicky.
Dialah yang sibuk mengurus surat-surat dan mendaftarkan saya, sementara
saya hanya santai-santai saja di rumah,” ujar Nicky, tertawa.
Tapi, belum
setahun kuliah, Nicky harus menghadapi kesibukan lain. Tak lama
setelah mendapat penghargaan BASF Award, ia berangkat ke Jerman.
Akibatnya, kuliahnya pun kandas di tengah jalan. Tak putus asa, Dicky
kembali mendaftarkan adiknya ke kursus jangka pendek di Lembaga
Pendidikan Komputer Indonesia-Amerika.
Dari hari ke hari, kesibukan Nicky pun
makin padat, termasuk jadwal manggung-nya. Nicky mengaku, semua itu
dibiarkannya saja mengalir begitu saja, tanpa harus didorong atau direm
“Sejak dulu saya memang tidak pernah mikirin apakah saya ngetop atau
tidak. Yang penting, saya berbuat maksimal,” ucap Nicky.
Memang agak
sulit dimengerti, bagaimana seseorang yang berhasil mencapai puncak
prestasi seperti Nicky, mengaku tidak pernah bekerja keras untuk
menggapai prestasi itu. Tetty Kadi, penyanyi tahun 1970-an yang juga
berasal dari Bandung, menyentil dan sekaligus memuji kehebatan yuniornya
itu. Pelantun lagu Sepanjang Jalan Kenangan itu menyebut tentang Tiga
Keanehan Nicky Astria di sebuah tabloid. “Nicky itu orangnya aneh. Dia
kan orang Bandung, tapi, kok, tidak pernah manggung di Bandung. Malah
di Jawa Timur dia sering banget manggung. Kedua, Nicky punya jam tidur
yang teratur, alias tidak pernah begadang atau bangun siang. Mungkin,
rocker yang selalu bangun pagi cuma dia. Jadi, tidak salah kalau saya
menyebut dia ‘bayi sehat’,” demikian kata Tetty Kadi. Adapun keanehan
Nicky yang ketiga adalah dia hanya mau manggung bila diiringi band grass
rock
Tetty juga mengenal Nicky sebagai remaja
yang punya banyak teman. “Tapi, yang amat menarik dari kepribadiannya,
dia orang yang on time. Saya juga kagum pada power vokal Nicky. Sebagai
rocker, walaupun harus teriak-teriak, suaranya tetap bening dan
nadanya stabil. Selain itu, sebagai pribadi, dia tidak berubah dan
tetap rendah hati, meski namanya sudah melejit,” tambah Tetty Kadi.
Tidak hanya
Tetty Kadi yang terkesan pada pelantun lagu-lagu Mata-Mata Lelaki,
Jerit Anak Manusia, dan Bias Sinar ini. Salah seorang yang ‘jatuh cinta
berat’ pada suara Nicky adalah Ian Antono, musisi yang punya andil
sangat besar dalam membesarkan nama Nicky. Bersama Areng Widodo, ia
menciptakan lagu Jarum Neraka yang berhasil melambungkan nama Nicky.
“Rekaman awal saja sudah seperti ini bagusnya, bagaimana kalau sudah
sering rekaman?” papar Ian, yang mengenal Nicky sejak usia 16 tahun
itu.
Ian
tersenyum saat menceritakan pertemuan pertamanya dengan Nicky di tahun
1984. “Saat itu dia masih sangat culun dan polos,” tambahnya.
“Penampilannya agak tomboy dan tidak sok pede. Setelah mulai rekaman,
saya baru sadar betapa luar biasa bakatnya. Pada rekaman pertama saja
vokalnya sudah jadi. Ia punya suara spesifik yang sangat bagus dan mampu
menembus nada-nada rendah maupun tinggi dengan sangat prima. Penyanyi
wanita pada umumnya, untuk mencapai nada C saja, sudah berat. Tapi,
Nicky, sampai nada D dan bahkan E sekalipun, vibrasinya tetap bagus.
Hebatnya lagi, pada nada rendah pun dia tetap stabil. Rasanya tidak
berebihan kalau saya mendaulat Nicky sebagai penyanyi pop rock wanita
terhebat yang pernah dimiliki Indonesia,” tutur Ian.
Sejak lahir hingga awal memasuki bahtera
rumah tangga, hidup Nicky memang bersimbah keberuntungan. Ketika kecil
dimanja ayah, semasa remaja dipuja penggemar, memasuki masa dewasa
bergelimang harta. Berkat hasil penjualan album Jarum Neraka, Nicky
mendapat bonus sebuah mobil dari BASF. Itulah mobil pertama yang
dimilikinya. Sejak itu, hampir setiap tahun ia berganti mobil, dari
yang paling sederhana jenis minibus, hingga mobil mewah model terbaru.
Selain
bersuara emas, wajahnya pun enak dipandang. Tak heran bila banyak yang
memanfaatkannya sebagai bintang iklan. Belakangan, ia pun ‘dilamar’
oleh Eddy D. Iskandar, novelis dan penulis skenario terkenal di tahun
‘80-an, yang kebetulan tetangganya di Bandung. Nicky diajak main film
sebagai pemeran pembantu utama film layar lebar Biarkan Aku Cemburu.
Alhasil, di
akhir tahun ‘80-an, Nicky tidak hanya dikenal sebagai penyanyi, tapi
juga pemain film dan bintang iklan. Tapi, sebagian besar tawaran main
film dan iklan ia tolak. Selain jadwal manggung-nya sangat padat, ia
juga merasa kurang sreg dengan peran-peran yang ditawarkan kepadanya.
Belakangan, barulah ia bersedia main dalam film teve (SCTV) berjudul
Prameswari.
Kesibukan
demi kesibukan terus mengimpitnya sampai tahun 2003. Sebagai penyanyi
papan atas, semua kesibukan itu tentu membawa berkah bagi dompetnya.
Namun, “Saya termasuk orang yang sangat boros,” Nicky berterus terang.
“Mungkin, karena almarhum ayah saya tidak pernah mengajari anak-anaknya
untuk hidup irit dan efisien. Apalagi, saya dan Kang Dicky persis
seperti ayah saya, hobinya menjamu dan mengumpulkan saudara dan
teman-teman. Saya sendiri senang mentraktir ke diskotek, kafe, atau
restoran. Setiap kali mendapat honor, saya, bersama adik saya, Sacky,
biasa mengajak 10-15 orang makan-makan.”
Selain itu,
dengan uang yang berlimpah, Nicky tiba-tiba punya hobi baru yang
aneh-aneh. Bukan hanya setiap tahun ia berganti mobil baru, mobil-mobil
itu pun kemudian ia modifikasi sesuai keinginan dan seleranya. Hobi
yang tentu saja memakan biaya yang tidak sedikit. Bukan itu saja. Ada
lagi kesukaan Nicky yang tiba-tiba muncul setiap kali dia menghadapi
stres. “Setiap kali bete, saya selalu berusaha mencari ‘mangsa’ di
rumah,” ujarnya.
Maksudnya,
ia akan merapikan rumahnya yang sesungguhnya masih rapi. “Saya akan
mencari-cari, apa saja yang saya anggap membosankan. Kalau warna catnya
mulai terasa membosankan, langsung saya ganti. Kalau bosan pada
perabotan tertentu, langsung saya beli yang baru. Hal ini tidak hanya
terjadi sekali dua kali, tapi sering kali saya lakukan,” Nicky
berkisah, sambil tertawa.
Untunglah,
tidak semua hasil keringatnya itu ludes oleh hobi anehnya yang sering
kali tiba-tiba datang itu. Melihat keborosan adiknya itu, Dicky lantas
menyuruh Nicky membeli rumah, tanah, atau investasi di bidang lain.
Alhasil, saat kembali mendapat honor yang cukup besar, ia pun langsung
membeli tanah dan rumah di Bandung. “Semuanya diurus oleh kakak saya.
Bahkan, sampai tanda tangan jual-belinya pun kakak saya yang melakukan,
karena saat itu saya masih senang main-main. Menjelang saya menikah,
rumah dan tanah (sekitar 1.000 meter di daerah Dago) itu saya serahkan
kepada Mama. Saat berumah tangga saya hanya bawa mobil,” katanya.
Suatu hari, semasa ayahnya masih hidup,
sang ayah sempat berkata, “Kalau kelak si Teteh (Nicky) sudah 17 tahun,
setiap malam Daddy akan memasang lampu yang sangat terang, sehingga
ruang tamu dan teras depan rumah kita jadi terang. Biar kalau ada tamu
laki-laki yang datang, kita bisa pantau terus. Daddy juga akan siapkan
lima anjing khusus untuk menjaga si Teteh. Kalau perlu, begel dan kunci
dari baja agar tidak ada yang berani iseng sama si Teteh.”
Sayang,
sang ayah tidak sempat menyaksikan putri tercintanya yang cantik itu
saat melewati masa-masa remajanya. Kalau saja ia masih hidup, mungkin
ia akan mengurungkan niatnya untuk memberikan perlindungan ketat
terhadap Nicky. Sebaliknya, Dicky malah khawatir melihat sang adik yang
sepertinya tak suka pada anak laki-laki. “Selain sangat tomboy, saya
prihatin melihat perkembangannya,” kenang Dicky. Pasalnya, berbeda dari
gadis-gadis seusianya, Nicky yang waktu itu sudah lulus SMA, tak pernah
ketahuan punya pacar. “Saya jadi agak khawatir dan bertanya-tanya,
anak ini normal tidak, sih?”
Nicky
bukannya tak menyadari keprihatinan ibu maupun kakak-kakaknya. Ia
sendiri mengakui, dalam urusan kewanitaan, ia agak terlambat. Pertama
kali mendapat menstruasi saat sudah duduk di kelas 3 SMP. Namun, ia
memang belum tertarik pada pria. Ketika hampir semua teman perempuannya
di sekolah sudah punya pacar, ia tetap saja jomblo. “Saya bahkan
sering diledek oleh teman-teman, jangan-jangan saya ini lesbian,” ujar
Nicky, sembari tertawa.
Selain itu,
Nicky juga mengaku lebih suka bergaul dengan teman-teman lelaki.
“Karena mereka lebih fair dan tidak nyinyir. Kebetulan tubuh saya
seperti laki-laki, sangat tomboy! Setiap kali ramai-ramai naik motor
keliling kota Bandung, kami boncengan bertiga-tiga. Itu jauh lebih
mengasyikkan ketimbang pacaran” .
Tapi,
kekhawatiran Dicky akhirnya sirna ketika di tahun 1985, Nicky menjalin
hubungan dengan seorang pemuda dari Semarang. Naluri keperempuanannya
mendadak muncul. Wajah cantiknya yang selama ini tidak pernah tersaput
bedak atau pelembap, mulai diberi warna-warni. Begitu juga bibir dan
matanya, kini mulai terjamah lipstik dan eye shadow.
Hubungan
dengan pemuda Semarang itu akhirnya tak jelas juntrungan-nya. Tahu-tahu
sudah putus. “Saya mungkin haus figur ayah. Seperti ayah, pria ini
cerdas dan tidak terlalu banyak omong. Tapi, namanya baru sekali jatuh
cinta, ego acapkali menjadi kendala,“ kenang Nicky, dengan mata
menerawang.
Baru
beberapa tahun kemudian Dicky melihat adiknya pacaran lagi. Hetty,
seorang pemilik salon di Bandung, memperkenalkan Nicky dengan Satria
Kamal (Mamay), putra ketiga Solichin GP, mantan gubernur Jawa Barat,
yang saat itu menjabat Sesdalopbang (Sekretaris Pengendalian Operasi
Pembangunan) RI. Meski keduanya akhirnya berpacaran dan menikah, pada
awalnya hubungan mereka agak sedikit alot. Tapi, berkat keuletan Mamay,
si Teteh akhirnya menerima cinta tulus Mamay. Dengan buaian alunan
kecapi dan degung Sunda, keduanya duduk di pelaminan pada 28 November
1992, saat usia Nicky 25 tahun.
Bakat Teh Nicky Astria ditemukan oleh sang “Legenda Gitaris Rock” bernama Ian Antono
pada sebuah malam ekspresi seni antar SMA. Beberapa tembang lagu yang
melambungkan namanya adalah Tangan-Tangan Setan, Jarum Neraka, Pijar, Mengapa, Misteri Cinta, Biar Semua Hilang, Uang, Negeri Khayalan, Bias Sinar dan masih banyak lagi lagu2 hits lainnya. Dan pada tahun 2012/2013, Nicky Astria kembali meluncurkan lagu barunya yang lumayan hits juga yaitu Carry On dan I Love U Babe
Diskografi Nicky Astria
- Semua Dari Cinta (1984)
- Jarum Neraka (1985)
- Tangan Tangan Setan (1986)
- Gersang (1987)
- Matahari dan Rembulan (1988)
- Bidadari (1989)
- Cinta Di Kota Tua [single] (1989)
- Jangan Bedakan Kami bersama Pakarock (1990)
- Bias Sinar (1990)
- Gelombang Kehidupan (1991)
- Rumah Kaca (1992)
- Gairah Jiwa (1993)
- Negeri Khayalan (1995)
- Jangan Ada Luka (1996)
- Kau (1998)
- Suka (1999)
- Jangan Ada Angkara (1999)
- Kemana? (2003)
- Singel Album - Cinta Di Kota Tua (1989)
Album Terbaik - The Best Of Nicky Astria
Penghargaan :
Tahun 1985, 1986 dan 1987 mendapat BASF Award sebagai Penyanyi Rock Wanita Terbaik
Album Jarum Neraka berhasil meraih AMI Award.
Tahun 1995 & 1998 meraih predikat Penampilan Video Terbaik dan Penyanyi Terpopuler versi majalah musik Populer.
Tahun 1986 hingga 1991 mendapat Gelar Penyanyi Rock WanitaTerbaik dari pembaca Gadis.
Film Layar Lebar - Biarkan Aku Cemburu (Peran pembantu)
Sinetron - Mak Gue Jagoan
Film Teve - Prameswari
Kini Nicky Astria sudah menjadi diva. Diva rocker Indonesia. Dia tidak bisa diremehkan di usianya yang ke 46. Setiap dia konser, staminanya masih prima dan energik. Vokalnya makin mantap. Masih tetap bisa menjangkau nada-nada tinggi. Kini di tahun 2013, Nicky Astria menggebrak di dunia musik Indonesia dengan grup band barunya The Bangor. Tanggal 15 Maret yang lalu. Saya sempat menonton konser Nicky & The Bangor di Grand Royal Panghegar pada tanggal 15 Maret yang lalu dengan kawan-kawan Nicky Family. Konsernya sukses, Teh Nicky cukup memukau para fansnya yang telah lama menantikan Nicky tampil kembali bernyanyi di konser. Saya sangat puas sekali perfromnya dia. Teh Nicky adalah diva rocker yang tak pernah tergantikan.
NICKY FAMILY
Cerita tentang Nicky Family, Nicky Family adalah komunitas fans Teh Nicky Astria. Semua anggotanya hampir semuanya punya koleksi kaset Nicky Astria dari album pertama sampai sekarang. Mereka sudah paham betul kisah perjalanan Teh Nicky, berita updatenya Teh Nicky mereka selalu ikuti. setiap konser, kegiatan atau acara yang diadakan oleh manajemennya Nicky Astria, mereka selalu hadir. Jujur saja, saya baru gabung dalam beberapa bulan ini, diajak oleh seorang kawan buat bergabung di Nicky Family. Saya putuskan bergabung di komunitas Nicky Family ini karena saya merasa penggila dan penyuka Nicky Astria dari zaman saya SMP. Semua lagunya saya suka. Dan tujuan lain untuk menambah pertemanan, silaturahmi dan sharing segala sesuatu yang berkaitan dengan Nicky Astria. Saya baru bertemu dengan kawan2 Nicky Famil saat acara konser tanggal 15 Maret yang lalu di konser Nicky & The Bangor di Grand Royal Panghegar Bandung. Keluarga besar Nicky Family sangat kompak, heboh dan solid. Pada saat konser Teh Nicky kemarin, kami semua menikmati konsernya Teh Nicky. Semua lagu yang teh Nicky bawakan, kami nyanyi bersama-sama. Betul-betul kebersamaan yang sangat indah dan jarang terjadi.

.jpg)
Saya mau mengucapkan terimakasih pada kawan-kawan Keluarga Besar Nicky Family. Yang paling utama buat bang Oyan Astria Hadi (pak ketua kita yang merelakan separuh aktivitasnya untuk mengurus komunitas Nicky Family), Romi, Ummi Lina, Esti, Minar, Lina Astria, Budi, Tamie, Andi Ryan, Vicks, Eliea, Istine, Ineu, Yandi, Cepi, Bang Ochid, Bang Sabirin, Jusman, Ummi Farhanah, Tanti, Yosep, Ricky Astria, Arif, Jefry, Rani, Wida, Mega, Rv Rendian, Icha Nicky, Tita Anggia, Deddy, Guss Brams, Nasrull, Bang Nara dan masih banyak lagi keluarga besar Nicky Family lainnya. Komunitas ini sudah berjalan 1 tahun dan semoga harapan ke depan, komunitas ini makin kompak, solid dan senantiasa memberikan semangat kepada idolanya (Teh Nicky Astria) untuk terus mensupport Nicky Astria agar selalu eksis di dunia musik Indonesia.
A Dimmy Zulhifansyah
Salah Satu Fans Nicky Astria dan anggota Nicky Family
25 Maret 2013
Catatan : Artikel Nicky Astria & Nicky Family diambil juga dari beberapa sumber.