Minggu, 24 Maret 2013

Nicky Astria & Nicky Family

Kalau menyebut nama "Nicky Astria", semua orang pasti tahu. dia adalah diva rocker yang mempunyai ciri khas, tak bisa tertandingi oleh siapapun. Suaranya bisa mencapai nada-nada tinggi, semua lagunya hit, albumnya sudah banyak. Saya akan menuliskan sedikit biografi Teh Nicky Astria, idola saya dari zaman saya SMP. Alhamdulillah, Teh Nicky Astria ini kakak kelas saya dulu waktu di SMP Negeri 13 Bandung. Tapi jarak angkatannya sangat jauh sama teh Nicky. Dia lulusan tahun 1982. Sedangkan saya lulusan tahun 1991.  

Perjalanan Nicky Astria
Nicky Astria yang bernama asli Nicky Nastiti Karya Dewi, mojang Bandung kelahiran 18 Oktober 1967. Teh Nicky Astria sudah menjadi ibu dari dua anak perempuan, yaitu Zana Zhobita Arethusa atau Obiet (12) dan Hana Amedia atau Oniel (7). Sebagai satu-satunya anak perempuan (keempat dari lima bersaudara) dari pasangan Tatang Kosasih Wirahadimana dan Andrina Heryati, sejak kecil Nicky memang sangat manja dan diistimewakan oleh ayahnya. Dia tidak pernah dimarahi, apalagi dipukul. Meski berbuat kesalahan inii tidak pernah disalahkan. Setiap kali berantem dengan kakak maupun adiknya, Nicky tetap saja dibenarkan dan dibela oleh ayahnya, yang berprofesi sebagai guru sekaligus salah seorang perintis berdirinya SMP Negeri XI Bandung. “Kalau Daddy pulang dan melihat mata saya sembap, maka orang seisi rumah, baik Mama, adik, maupun kakak-kakak, pasti akan langsung dimarahi,” kenang Nicky.
Dicky Nugraha Karya Budi, kakak sulung Nicky, bisa memaklumi perlakuan itu. “Karena Nicky satu-satunya anak perempuan, dia agak diistimewakan oleh Papa dibanding yang lain. Sikap Papa seperti itu tidak membuat anak-anaknya yang lain menjadi iri, karena Papa juga sangat memanjakan kami semua. Hingga saat ini hubungan kami sesama saudara memang sangat dekat,” tutur Dicky. Nicky mengakui, ia memang lebih dekat dengan ayahnya ketimbang dengan ibunya. Bercerita tentang sang ayah, banyak kenangan manis yang tidak bakal terlupakan olehnya. Setiap hari ayahnya selalu memeluk dan mengelusnya, disertai ucapan-ucapan yang lembut. Hampir semua keinginannya selalu dipenuhi. Kalau pas tidak bisa memenuhi keinginan putrinya, sang ayah akan merayu dan membujuknya sedemikian rupa.
Suatu hari, ketika duduk di SMP, Nicky pernah merajuk kepada ayahnya agar dibelikan sepeda motor bebek. “Dad, sekolahku sekarang kan lumayan jauh, dan semua temanku juga naik motor. Aku juga dibelikan motor, dong, Dad…,” rayu Nicky. Seperti biasa, ayahnya memeluk dan mengelus rambut putrinya. Dengan sikap kebapakan, ayahnya menjawab dengan penuh humor, “Karena Daddy belum punya uang, bagaimana kalau kita beli bebeknya dulu, dan sepeda motornya belakangan?” Alhasil, Nicky malah tertawa terbahak-bahak dan melupakan permintaannya. Dalam kesempatan lain, ayahnya mengajak Nicky berhumor di meja makan. Saat itu ibu Nicky tengah meneruskan kuliah di akademi seni tari, sehingga terkadang tidak sempat memasak. Padahal, sang ayah tidak mau makan, kalau bukan masakan istrinya. Suatu hari di meja makan hanya tersedia nasi dan sayur angin lompong (sayur pelepah pohon lumbu yang diberi santan).Menyadari putrinya tidak berselera melihat lauk itu, sang ayah lantas mengajak putrinya berkhayal. “Sekarang ini Daddy sedang membayangkan jadi tukang becak yang sudah dua hari tidak makan nasi. Nah, coba kamu bayangkan, dalam kondisi capek dan perut sangat lapar, sayur ini terasa seperti daging ayam kampung. Hmmm… nikmatnya!“ Bagaikan tersihir, Nicky yang semula ogah-ogahan, akhirnya malah ikut lahap menyantap makan siangnya.
Nicky kecil juga sangat tomboy. Ia lebih suka bermain dengan teman laki-laki. Jenis-jenis permainan yang ia sukai juga sangat laki-laki, misalnya main layang-layang, kelereng, petak umpet, bahkan sepak bola.
Tahun 1972, Tatang Kosasih diangkat menjadi Kepala Sekolah Indonesia di Kedutaan Besar Indonesia di Malaysia. Nicky yang saat itu baru berusia lima tahun, bersama ibu dan keempat saudaranya (Dicky, Yacky Prayadna Karya Bakti, Bucky Wibawa Karya Guna, dan Sacky Santosa Karya Satya), ikut menetap di negeri jiran itu. Dari segi usia, belum saatnya ia masuk SD, tapi karena di Sekolah Indonesia tidak ada taman kanak-kanak, dan karena dianggap sudah mampu, ia pun dibolehkan masuk SD. Dan, sejak pindah ke Malaysia itu pula, Nicky mengubah panggilannya kepada ayahnya. Dari Papa menjadi Daddy, meniru teman-temannya di sekolah dan di tempat main.
Pindah ke Malaysia, pada awalnya Nicky agak kesulitan berkomuni-kasi dengan teman-temannya yang menggunakan bahasa Indone-sia. Pasalnya, selama di Bandung
“Benar, angkanya genap. Tapi, nama angkanya berapa?” tanya gurunya lagi.
“Ya, genep!”
“Betul, hasilnya genap, tapi berapa?”
Karena jengkel dicecar terus-menerus, Nicky pun lari keluar kelas sambil menangis. Ia langsung menuju ke ruang kerja ayahnya. “Dad, tiga ditambah tiga sama dengan genep, ‘kan?”
“Genep itu bahasa Sunda. Bahasa Indonesia-nya enam, Neng,” jawab sang ayah, sembari mengusap air mata putrinya.
Nicky mengakui, semasa kecil ia memang sangat cengeng, sedikit-sedikit menangis. “Kalau menangis lama dan kalau marah suka berteriak-teriak keras sekali,” kenang Dicky. “Karena cengeng itulah, ia sering digoda oleh kakak-kakaknya. Karena matanya sipit, ia suka diledek seperti orang Cina. Karena itu, kami lantas memanggilnya Ona, singkatan dari ‘orang Cina’.”
Meski demikian, ia disayang banyak guru. Salah satunya adalah guru keseniannya, Suhaimi Nasution. Selain senang melihat sikap pede Nicky, Suhaimi merasakan adanya talenta seni suara pada muridnya yang satu ini. Itu sebabnya, beberapa bulan menjelang acara HUT Kemerdekaan RI tahun 1975, Suhaimi menghadap ayah Nicky, meminta izin untuk mengikutkan Nicky dalam tim paduan suara.
“Memangnya anak saya bisa nyanyi? Di rumah, dia itu cengeng sekali, kerjaannya nangis melulu,” kata ayah Nicky, yang malah terheran-heran.
“Betul, Pak. Putri Bapak suaranya bagus.”
Sejak itu, Nicky bersama teman-temannya dilatih menyanyi oleh Suhaimi. Selain itu, di rumah ia terus berlatih sendiri. Saat acara tujuh belasan itu digelar di Gedung Kedutaan RI di Kuala Lumpur, Nicky pun naik panggung untuk pertama kalinya. Bocah yang sebelumnya dikenal sangat manja dan cengeng ini, malam itu mampu membawakan lagu Ibu (biasa dinyanyikan oleh Rano Karno) dengan bagus sekali. “Ibu saya sampai menangis. Selama ini Mama tahunya saya cuma anak manja dan cengeng. Mama tidak mengira bahwa ternyata saya juga bisa menyanyi, di depan para tamu terhormat pula,” kenang Nicky.
Sejak menyadari putrinya ternyata punya bakat menyanyi, sang ayah lantas banyak melibatkan putrinya itu dalam berbagai kegiatan. Nicky juga sering diikutkan dalam kegiatan Kedutaan Indonesia
keluarganya selalu berkomunikasi dalam bahasa Sunda. Karenanya, Nicky sering kali tertawa sendiri kalau mengingat kembali saat awal-awal ia bersekolah di Malaysia. Misalnya, saat gurunya bertanya, “Nicky, tiga tambah tiga sama dengan berapa?”, Nicky pun menjawab lantang, “Genep!” menyambut perayaan-perayaan hari nasional maupun internasional. Selanjutnya, Nicky bahkan diminta untuk menyanyi dalam acara anak-anak di TV Malaysia.

DILARANG JADI PENYANYI
Masa tugas Tatang Kosasih di Malaysia berakhir pada tahun 1975. Setelah kembali ke Bandung, ia pun kembali bekerja sebagai staf Kanwil Depdiknas Provinsi Jawa Barat. Nicky melanjutkan sekolahnya di kelas 4 SD Negeri Halimun. Selain itu, bakat Nicky sebagai penyanyi juga makin menonjol, lebih-lebih setelah ayahnya membelikan seperangkat alat musik bagi anak-anaknya. Maklum, Tatang dan Andrina dikenal sebagai seniman Sunda. Selain menguasai berbagai seni Sunda, Tatang cukup piawai memainkan gamelan Sunda. Andrina juga dikenal sebagai penari Sunda yang cukup populer.
Di rumah mereka yang cukup besar di Jalan Palasari, Bandung, dua perangkat musik memenuhi ruang tamu keluarga. Seperangkat adalah gamelan Sunda dan seperangkat lain alat musik modern, seperti gitar, organ, piano, dan drum. Wajar saja kalau keempat saudara Nicky akhirnya mampu memainkan kedua jenis alat musik itu. ‘Rumah musik’ itu kian hiruk-pikuk manakala teman-teman ayah Nicky atau teman kakak-kakak Nicky datang. Akibatnya, rumah ini tidak pernah sepi dan menjadi tempat ‘ngepos’ banyak seniman Bandung. Di antara para musisi yang sering datang ke rumah itu antara lain, Euis Komariyah, Uum Gumbira, Tati Saleh, Deddy Dores, dan Denny Sabri, seorang pencari bakat.
Oleh ayahnya, Nicky pun didorong untuk mengikuti berbagai festival penyanyi pop tingkat kabupaten/kotamadya dan kemudian tingkat provinsi. Ia juga mengikuti latihan menari tradisional Sunda, dan berhasil menguasai berbagai jenis tarian. Setiap kali Nicky akan mengikuti festival menyanyi, ayahnya akan memanggilkan dua guru privat ke rumah, yaitu Panji Trisna Senjaya dan Sukaeti Hidayat, yang ditugasi melatih teknik vokal Nicky untuk jenis lagu seriosa dan keroncong. “Saya dulu sangat malas kalau disuruh les nyanyi,” kenang Nicky. “Setiap kali mereka datang, saya sembunyi di kamar. Untunglah, keduanya sangat sabar dan kreatif. Karena hobi saya makan kerupuk dan bakso, maka setiap kali datang, mereka selalu membawakan saya oleh-oleh bakso dan kerupuk, ha…ha…ha….”
Kalau lupa atau tidak sempat membelikan makanan kesukaan Nicky itu, mereka harus siap dengan uang seribuan sebagai iming-iming. “Mau jajan, nggak?” ujar sang guru, sembari mengacung-acungkan uang itu di depan Nicky.
“Nicky memang sangat malas kalau disuruh berlatih vokal,” ujar Panji Trisna. “Karena itu, saya suka marah-marah kalau sedang melatih dia. Saya bilang, ‘Kamu ini jadi mau ikut festival tidak, sih?’ Tapi, dasar anak cengeng, kalau dimarahi dia langsung menangis. Anehnya, meski latihannya malas-malasan, ia selalu meraih juara pertama atau kedua dalam setiap festival di tingkat kabupaten atau provinsi. Saat itu ia selalu bersaing ketat dengan Ruth Sahanaya, yang juga orang Bandung,” lanjutnya.
Ketika masih duduk di SD, Nicky sudah mengikuti Festival Penyanyi Pop Anak-Anak atau lebih dikenal dengan Bintang Kecil. Di awal SMP (SMP Negeri 13), ia mengikuti Festival Penyanyi Pop Tingkat Remaja. Tapi, seperti juga semua saudaranya yang berlatih musik semata-mata untuk hobi, kepada Nicky ayahnya juga selalu mengingatkan dengan tegas, “Daddy tidak mau punya anak menjadi penyanyi. Kamu boleh menyanyi, tapi untuk hobi saja!”
“Meski peralatan musik di rumah lengkap, orang tua kami sama sekali tidak menginginkan kami menjadi musisi maupun penyanyi,” tutur Dicky. “Berulang kali mereka mengingatkan, musik hanyalah untuk pergaulan atau untuk menyalurkan energi, bukan sebagai pekerjaan utama. Sebagai anak, kami lebih dituntut untuk menyelesaikan pendidikan setinggi mungkin.”
Nicky ingat betul betapa ayahnya sangat khawatir ia bakal jadi penyanyi. Namun, Nicky sendiri tidak terusik, karena ia sendiri tidak pernah bercita-cita jadi penyanyi atau jadi orang terkenal. “Meski saat itu saya menyadari punya talenta menyanyi, tidak pernah terpikir sedikit pun untuk mengembangkannya secara serius,” ujar Nicky. Ia justru ingin menjadi dokter atau insinyur. Tapi, setelah lulus SMA (SMA Negeri 7 Bandung) ia justru ingin menjadi penyiar radio agar bisa cepat mendapat uang dan bisa membantu ibunya.

SETAHUN NUNGGAK SPP
Menurut Dicky, alasan kedua orang tuanya menyiapkan semua peralatan musik itu di rumah adalah agar anak-anak mereka tidak banyak main keluar rumah dan kegiatannya bisa dipantau secara langsung. “Jadi, biarpun teman yang datang sampai puluhan orang, Papa-Mama tidak pernah marah atau menegur kami. Bahkan, Mama senang menyiapkan makanan dan minuman untuk teman-teman kami.”
Ternyata, tidak hanya darah seni yang diwariskan kedua orang tuanya kepada Nicky. Ia juga hobi menjamu dan memberi hadiah bagi orang-orang terdekatnya. Akibatnya cukup fatal. Suatu hari Tatang dipanggil ke sekolah Nicky di SMP Negeri 13, Bandung, dan diberi tahu oleh pimpinan sekolah bahwa selama setahun Nicky tidak pernah membayar uang SPP (sumbangan pelaksanaan pendidikan). Tentu saja Tatang sangat kaget dan malu. Pasalnya, setiap bulan ia tak pernah lalai memberi uang SPP kepada putrinya.
Berbagai kecemasan menyelimuti hati Tatang. Tapi, sesampai di rumah, semua amarah itu tiba-tiba sirna saat bertemu putri tunggalnya itu. Dengan lemah lembut ia pun bertanya, “Nicky tidak pernah membayar SPP, ya?“ Nicky mengangguk dengan penuh ketakutan. Setelah dipancing-pancing, barulah keluar pengakuannya bahwa uang SPP itu ia gunakan untuk… mentraktir teman-teman sekolahnya!
Menurut Nicky, yang gemar membaca komik-komik ‘putri raja’, seperti Cinderella, Putri Salju, atau karya-karya Hans Christian Andersen, uang itu tidak seluruhnya dipakai untuk mentraktir teman, tapi juga untuk menyewa dan membelikan buku atau barang-barang lain kesukaan teman-temannya. “Saya memang suka sok bossy. Bos biasanya kan suka mentraktir, he…he…he…,” kenangnya, sambil tertawa.
Sebagai remaja, mungkin saat itu ia masih butuh pengakuan. “Tapi, semua itu saya lakukan bukan karena ingin dipuji atau disanjung, melainkan karena saya memang suka melakukannya. Kadang-kadang sekadar ingin menolong teman, atau ingin fun saja. Hampir seperti hobi,” lanjutnya.
Di saat lain, Tatang juga mendapat laporan bahwa Nicky yang baru duduk di kelas 2 SMP, sering bolos sekolah gara-gara malas mengerjakan PR. Meski setiap pagi Nicky mengenakan seragam sekolah, ia tidak pernah pergi ke sekolah. Ia hanya berjalan beberapa ratus meter dari rumahnya dan kemudian pulang kembali ke rumah setelah ayahnya sudah pergi ke kantor dan ibu serta kakak-kakaknya kuliah. Nicky kemudian naik ke bagian atap rumah agar tidak kelihatan orang lain, dan kalau sudah kepanasan baru masuk ke balik plafon. Akibatnya, genting rumahnya sering pecah.
Namun, lama-kelamaan ada juga yang mengetahui kelakuannya, dan melaporkan kepada ayahnya. Sebenarnya, ayahnya tahu bahwa Nicky sering bolos sekolah dan ngumpet di plafon rumah. Namun, lagi-lagi Tatang tidak tega memarahi putri kesayangannya itu. Pada saat makan malam bersama, Tatang menyindir Nicky dengan berkata pada Dicky, “Sepertinya, di rumah kita ini kalau siang sering ada maling yang suka naik ke atap. Tuh, banyak genting yang pecah. Coba besok siang, sekitar pukul 10-11 siang, kamu lihat ke atas plafon. Siapa tahu kamu bisa menangkap malingnya.” Nicky hanya terdiam, ketakutan sekaligus malu. Sejak itu Nicky kapok membolos dan ngumpet di plafon lagi.
Setelah setahun menjadi penyanyi profesional, meski namanya belum terlalu ngetop, Nicky lulus SMA. Kakaknya, Dicky, menyuruhnya kuliah. Sayangnya, ia tak diterima di perguruan tinggi negeri, sehingga Dicky mendaftarkan adiknya di ABA (Akademi Bahasa Asing) Bandung, jurusan bahasa Inggris. “Yang paling ngotot agar saya kuliah memang Kang Dicky. Dialah yang sibuk mengurus surat-surat dan mendaftarkan saya, sementara saya hanya santai-santai saja di rumah,” ujar Nicky, tertawa.
Tapi, belum setahun kuliah, Nicky harus menghadapi kesibukan lain. Tak lama setelah mendapat penghargaan BASF Award, ia berangkat ke Jerman. Akibatnya, kuliahnya pun kandas di tengah jalan. Tak putus asa, Dicky kembali mendaftarkan adiknya ke kursus jangka pendek di Lembaga Pendidikan Komputer Indonesia-Amerika.

Dari hari ke hari, kesibukan Nicky pun makin padat, termasuk jadwal manggung-nya. Nicky mengaku, semua itu dibiarkannya saja mengalir begitu saja, tanpa harus didorong atau direm “Sejak dulu saya memang tidak pernah mikirin apakah saya ngetop atau tidak. Yang penting, saya berbuat maksimal,” ucap Nicky.
Memang agak sulit dimengerti, bagaimana seseorang yang berhasil mencapai puncak prestasi seperti Nicky, mengaku tidak pernah bekerja keras untuk menggapai prestasi itu. Tetty Kadi, penyanyi tahun 1970-an yang juga berasal dari Bandung, menyentil dan sekaligus memuji kehebatan yuniornya itu. Pelantun lagu Sepanjang Jalan Kenangan itu menyebut tentang Tiga Keanehan Nicky Astria di sebuah tabloid. “Nicky itu orangnya aneh. Dia kan orang Bandung, tapi, kok, tidak pernah manggung di Bandung. Malah di Jawa Timur dia sering banget manggung. Kedua, Nicky punya jam tidur yang teratur, alias tidak pernah begadang atau bangun siang. Mungkin, rocker yang selalu bangun pagi cuma dia. Jadi, tidak sa­lah kalau saya menyebut dia ‘bayi sehat’,” demikian kata Tetty Kadi. Adapun keanehan Nicky yang ketiga adalah dia hanya mau manggung bila diiringi band grass rock
Tetty juga mengenal Nicky sebagai remaja yang punya banyak teman. “Tapi, yang amat menarik dari kepribadiannya, dia orang yang on time. Saya juga kagum pada power vokal Nicky. Sebagai rocker, walaupun harus teriak-teriak, suaranya tetap bening dan nadanya stabil. Selain itu, sebagai pribadi, dia tidak berubah dan tetap rendah hati, meski namanya sudah melejit,” tambah Tetty Kadi.
Tidak hanya Tetty Kadi yang terkesan pada pelantun lagu-lagu Mata-Mata Lelaki, Jerit Anak Manusia, dan Bias Sinar ini. Salah seorang yang ‘jatuh cinta berat’ pada suara Nicky adalah Ian Antono, musisi yang punya andil sangat besar dalam membesarkan nama Nicky. Bersama Areng Widodo, ia menciptakan lagu Jarum Neraka yang berhasil melambungkan nama Nicky. “Rekaman awal saja sudah seperti ini bagusnya, bagaimana kalau sudah sering rekaman?” papar Ian, yang mengenal Nicky sejak usia 16 tahun itu.
Ian tersenyum saat menceritakan pertemuan pertamanya dengan Nicky di tahun 1984. “Saat itu dia masih sangat culun dan polos,” tambahnya. “Penampilannya agak tomboy dan tidak sok pede. Setelah mulai rekaman, saya baru sadar betapa luar biasa bakatnya. Pada rekaman pertama saja vokalnya sudah jadi. Ia punya suara spesifik yang sangat bagus dan mampu menembus nada-nada rendah maupun tinggi dengan sangat prima. Penyanyi wanita pada umumnya, untuk mencapai nada C saja, sudah berat. Tapi, Nicky, sam­pai nada D dan bahkan E sekalipun, vibrasinya tetap bagus. Hebatnya lagi, pada nada rendah pun dia tetap stabil. Rasanya tidak berebihan kalau saya mendaulat Nicky sebagai penyanyi pop rock wanita terhebat yang pernah dimiliki Indonesia,” tutur Ian.


Sejak lahir hingga awal memasuki bahtera rumah tangga, hidup Nicky memang bersimbah keberuntungan. Ketika kecil dimanja ayah, semasa remaja dipuja penggemar, memasuki masa dewasa bergelimang harta. Berkat hasil penjualan album Jarum Neraka, Nicky mendapat bonus sebuah mobil dari BASF. Itulah mobil pertama yang dimilikinya. Sejak itu, hampir setiap tahun ia berganti mobil, dari yang paling sederhana jenis minibus, hingga mobil mewah model terbaru.
Selain bersuara emas, wajahnya pun enak dipandang. Tak heran bila banyak yang memanfaatkannya sebagai bintang iklan. Belakangan, ia pun ‘dilamar’ oleh Eddy D. Iskandar, novelis dan penulis skenario terkenal di tahun ‘80-an, yang kebetulan tetangganya di Bandung. Nicky diajak main film sebagai pemeran pembantu utama film layar lebar Biarkan Aku Cemburu.
Alhasil, di akhir tahun ‘80-an, Nicky tidak hanya dikenal sebagai penyanyi, tapi juga pemain film dan bintang iklan. Tapi, sebagian besar tawaran main film dan iklan ia tolak. Selain jadwal manggung-nya sangat padat, ia juga merasa kurang sreg dengan peran-peran yang ditawarkan kepadanya. Belakangan, barulah ia bersedia main dalam film teve (SCTV) berjudul Prameswari.
Kesibukan demi kesibukan terus mengimpitnya sampai tahun 2003. Sebagai penyanyi papan atas, semua kesibukan itu tentu membawa berkah bagi dompetnya. Namun, “Saya termasuk orang yang sangat boros,” Nicky berterus terang. “Mungkin, karena almarhum ayah saya tidak pernah mengajari anak-anaknya untuk hidup irit dan efisien. Apalagi, saya dan Kang Dicky persis seperti ayah saya, hobinya menjamu dan mengumpulkan saudara dan teman-teman. Saya sendiri senang mentraktir ke diskotek, kafe, atau restoran. Setiap kali mendapat honor, saya, bersama adik saya, Sacky, biasa mengajak 10-15 orang makan-makan.”
Selain itu, dengan uang yang berlimpah, Nicky tiba-tiba punya hobi baru yang aneh-aneh. Bukan hanya setiap tahun ia berganti mobil baru, mobil-mobil itu pun kemudian ia modifikasi sesuai keinginan dan seleranya. Hobi yang tentu saja memakan biaya yang tidak sedikit. Bukan itu saja. Ada lagi kesukaan Nicky yang tiba-tiba muncul setiap kali dia menghadapi stres. “Setiap kali bete, saya selalu berusaha mencari ‘mangsa’ di rumah,” ujarnya.
Maksudnya, ia akan merapikan rumahnya yang sesungguhnya masih rapi. “Saya akan mencari-cari, apa saja yang saya anggap membosankan. Kalau warna catnya mulai terasa membosankan, langsung saya ganti. Kalau bosan pada perabotan tertentu, langsung saya beli yang baru. Hal ini tidak hanya terjadi sekali dua kali, tapi sering kali saya lakukan,” Nicky berkisah, sambil tertawa.
Untunglah, tidak semua hasil keringatnya itu ludes oleh hobi anehnya yang sering kali tiba-tiba datang itu. Melihat keborosan adiknya itu, Dicky lantas menyuruh Nicky membeli rumah, tanah, atau investasi di bidang lain. Alhasil, saat kembali mendapat honor yang cukup besar, ia pun langsung membeli tanah dan rumah di Bandung. “Semuanya diurus oleh kakak saya. Bahkan, sampai tanda tangan jual-belinya pun kakak saya yang melakukan, karena saat itu saya masih senang main-main. Menjelang saya menikah, rumah dan tanah (sekitar 1.000 meter di daerah Dago) itu saya serahkan kepada Mama. Saat berumah tangga saya hanya bawa mobil,” katanya.


Suatu hari, semasa ayahnya masih hidup, sang ayah sempat berkata, “Kalau kelak si Teteh (Nicky) sudah 17 tahun, setiap malam Daddy akan memasang lampu yang sangat terang, sehingga ruang tamu dan teras depan rumah kita jadi terang. Biar kalau ada tamu laki-laki yang datang, kita bisa pantau terus. Daddy juga akan siapkan lima anjing khusus untuk menjaga si Teteh. Kalau perlu, begel dan kunci dari baja agar tidak ada yang berani iseng sama si Teteh.”
Sayang, sang ayah tidak sempat menyaksikan putri tercintanya yang cantik itu saat melewati masa-masa remajanya. Kalau saja ia masih hidup, mungkin ia akan mengurungkan niatnya untuk memberikan perlindungan ketat terhadap Nicky. Sebaliknya, Dicky malah khawatir melihat sang adik yang sepertinya tak suka pada anak laki-laki. “Selain sangat tomboy, saya prihatin melihat perkembangannya,” kenang Dicky. Pasalnya, berbeda dari gadis-gadis seusianya, Nicky yang waktu itu sudah lulus SMA, tak pernah ketahuan punya pacar. “Saya jadi agak khawatir dan bertanya-tanya, anak ini normal tidak, sih?”
Nicky bukannya tak menyadari keprihatinan ibu maupun kakak-kakaknya. Ia sendiri mengakui, dalam urusan kewanitaan, ia agak terlambat. Pertama kali mendapat menstruasi saat sudah duduk di kelas 3 SMP. Namun, ia memang belum tertarik pada pria. Ketika hampir semua teman perempuannya di sekolah sudah punya pacar, ia tetap saja jomblo. “Saya bahkan sering diledek oleh teman-teman, jangan-jangan saya ini lesbian,” ujar Nicky, sembari tertawa.
Selain itu, Nicky juga mengaku lebih suka bergaul dengan teman-teman lelaki. “Karena mereka lebih fair dan tidak nyinyir. Kebetulan tubuh saya seperti laki-laki, sangat tomboy! Setiap kali ramai-ramai naik motor keliling kota Bandung, kami boncengan bertiga-tiga. Itu jauh lebih mengasyikkan ketimbang pacaran” .
Tapi, kekhawatiran Dicky akhirnya sirna ketika di tahun 1985, Nicky menjalin hubungan dengan seorang pemuda dari Semarang. Naluri keperempuanannya mendadak muncul. Wajah cantiknya yang selama ini tidak pernah tersaput bedak atau pelembap, mulai diberi warna-warni. Begitu juga bibir dan matanya, kini mulai terjamah lipstik dan eye shadow.
Hubungan dengan pemuda Semarang itu akhirnya tak jelas juntrungan-nya. Tahu-tahu sudah putus. “Saya mungkin haus figur ayah. Seperti ayah, pria ini cerdas dan tidak terlalu banyak omong. Tapi, namanya baru sekali jatuh cinta, ego acapkali men­jadi kendala,“ kenang Nicky, dengan mata menerawang.
Baru beberapa tahun kemudian Dicky melihat adiknya pacaran lagi. Hetty, seorang pemilik salon di Bandung, memperkenalkan Nicky dengan Satria Kamal (Mamay), putra ketiga Solichin GP, mantan gubernur Jawa Barat, yang saat itu menjabat Sesdalopbang (Sekretaris Pengendalian Operasi Pembangunan) RI. Meski keduanya akhirnya berpacaran dan menikah, pada awalnya hubungan mereka agak sedikit alot. Tapi, berkat keuletan Mamay, si Teteh akhirnya menerima cinta tulus Mamay. Dengan buaian alunan kecapi dan degung Sunda, keduanya duduk di pelaminan pada 28 November 1992, saat usia Nicky 25 tahun.

Bakat  Teh Nicky Astria ditemukan oleh sang “Legenda Gitaris Rock” bernama Ian Antono pada sebuah malam ekspresi seni antar SMA. Beberapa tembang lagu yang melambungkan namanya adalah Tangan-Tangan Setan, Jarum Neraka, Pijar, Mengapa, Misteri Cinta, Biar Semua Hilang, Uang, Negeri Khayalan, Bias Sinar dan masih banyak lagi lagu2 hits lainnya. Dan pada tahun 2012/2013, Nicky Astria kembali meluncurkan lagu barunya yang lumayan hits juga yaitu Carry On dan I Love U Babe

Diskografi Nicky Astria

  • Semua Dari Cinta (1984)
  • Jarum Neraka (1985)
  • Tangan Tangan Setan (1986)
  • Gersang (1987)
  • Matahari dan Rembulan (1988)
  • Bidadari (1989)
  • Cinta Di Kota Tua [single] (1989)
  • Jangan Bedakan Kami bersama Pakarock (1990)
  • Bias Sinar (1990)
  • Gelombang Kehidupan (1991)
  • Rumah Kaca (1992)
  • Gairah Jiwa (1993)
  • Negeri Khayalan (1995)
  • Jangan Ada Luka (1996)
  • Kau (1998)
  • Suka (1999)
  • Jangan Ada Angkara (1999)
  • Kemana? (2003) 
  • Singel Album - Cinta Di Kota Tua (1989)

    Album Terbaik - The Best Of Nicky Astria

    Penghargaan :

    Tahun 1985, 1986 dan 1987 mendapat BASF Award sebagai Penyanyi Rock Wanita Terbaik
    Album Jarum Neraka berhasil meraih AMI Award.
    Tahun 1995 & 1998 meraih predikat Penampilan Video Terbaik dan Penyanyi Terpopuler versi majalah musik Populer.
    Tahun 1986 hingga 1991 mendapat Gelar Penyanyi Rock WanitaTerbaik dari pembaca Gadis.

    Film Layar Lebar - Biarkan Aku Cemburu (Peran pembantu)

    Sinetron - Mak Gue Jagoan
    Film Teve - Prameswari
Kini Nicky Astria sudah menjadi diva. Diva rocker Indonesia. Dia tidak bisa diremehkan di usianya yang ke 46. Setiap dia konser, staminanya masih prima dan energik. Vokalnya makin mantap. Masih tetap bisa menjangkau nada-nada tinggi. Kini di tahun 2013, Nicky Astria menggebrak di dunia musik Indonesia dengan grup band barunya The Bangor. Tanggal 15 Maret yang lalu. Saya sempat menonton konser Nicky & The Bangor di Grand Royal Panghegar pada tanggal 15 Maret yang lalu dengan kawan-kawan Nicky Family. Konsernya sukses, Teh Nicky cukup memukau para fansnya yang telah lama menantikan Nicky tampil kembali bernyanyi di konser. Saya sangat puas sekali perfromnya dia. Teh Nicky adalah diva rocker yang tak pernah tergantikan.

NICKY FAMILY
Cerita tentang Nicky Family, Nicky Family adalah komunitas fans Teh Nicky Astria. Semua anggotanya hampir semuanya punya koleksi kaset Nicky Astria dari album pertama sampai sekarang. Mereka sudah paham betul kisah perjalanan Teh Nicky, berita updatenya Teh Nicky mereka selalu ikuti. setiap konser, kegiatan atau acara yang diadakan oleh manajemennya Nicky Astria, mereka selalu hadir. Jujur saja, saya baru gabung dalam beberapa bulan ini, diajak oleh seorang kawan buat bergabung di Nicky Family. Saya putuskan bergabung di komunitas Nicky Family ini karena saya merasa penggila dan penyuka Nicky Astria dari zaman saya SMP. Semua lagunya saya suka. Dan tujuan lain untuk menambah pertemanan, silaturahmi dan sharing segala sesuatu yang berkaitan dengan Nicky Astria. Saya baru bertemu dengan kawan2 Nicky Famil saat acara konser tanggal 15 Maret yang lalu di konser Nicky & The Bangor di Grand Royal Panghegar Bandung. Keluarga besar Nicky Family sangat kompak, heboh dan solid. Pada saat konser Teh Nicky kemarin, kami semua menikmati konsernya Teh Nicky. Semua lagu yang teh Nicky bawakan, kami nyanyi bersama-sama. Betul-betul kebersamaan yang sangat indah dan jarang terjadi. 



Saya mau mengucapkan terimakasih pada kawan-kawan Keluarga Besar Nicky Family. Yang paling utama buat bang Oyan Astria Hadi (pak ketua kita yang merelakan separuh aktivitasnya untuk mengurus komunitas Nicky Family), Romi, Ummi Lina, Esti, Minar, Lina Astria, Budi, Tamie, Andi Ryan, Vicks, Eliea, Istine, Ineu, Yandi, Cepi, Bang Ochid, Bang Sabirin, Jusman, Ummi Farhanah, Tanti, Yosep, Ricky Astria, Arif, Jefry, Rani, Wida, Mega, Rv Rendian, Icha Nicky, Tita Anggia, Deddy, Guss Brams, Nasrull, Bang Nara dan masih banyak lagi keluarga besar Nicky Family lainnya. Komunitas ini sudah berjalan 1 tahun dan semoga harapan ke depan, komunitas ini makin kompak, solid dan senantiasa memberikan semangat kepada idolanya (Teh Nicky Astria) untuk terus mensupport Nicky Astria agar selalu eksis di dunia musik Indonesia. 
 

A Dimmy Zulhifansyah
Salah Satu Fans Nicky Astria dan anggota Nicky Family
25 Maret 2013


Catatan : Artikel Nicky Astria & Nicky Family diambil juga dari beberapa sumber.



5 komentar:

  1. Nice Story...

    Jangan pernah berhenti menulis OK

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih kang gaga, oh iya saya udah add facebooknya ya. saya akan terus menulis, walaupun kemarin beberapa tahun sempat terhenti. Blog pertama saya beberapa tahun yang lalu entah kemana, raib. he he

      Hapus
  2. Ok juga blog tentang musisi nya iramai lantunan suaranya bisa serasi dengan gitar, musik,,,hebat deh

    BalasHapus
  3. yang mau main musik pake gitar listrik bekas angkut beli di saya aja gitar murah..okeh gan tuh di buka aja okey....

    BalasHapus
  4. Mereka digelar "Lady Rockers Indonesia"
    https://www.youtube.com/watch?v=BtaKwFjOoqA

    BalasHapus